Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Asesor LSP Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Doktor Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku. Salam literasi

Empat Sebab Kepatuhan Perusahaan Bayar Uang Pesangon Rendah, Apa Solusinya?

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Uang pesangon pekerja
Iklan

Ubah skema pay as you go ke fully funded, cicil uang pesangon dari sekarang.

Tingkat kepatuhan perusahaan di Indonesia terhadap kewajiban membayar uang pesangon pekerja terbukti cukup rendah. Data Kemanker RI menyebut, hanya 27% perusahaann yang membayarkan kompensasi PHK sesuai aturan.. Sisanya 73% tidak memenuhi kewajiban  alias tidak sesuai regulasi.  Salah stu buktinya, kasus PHK di PT Sritex yang akhirnya bermasalah. Lebih berat lagi, Survei Angkatan Kerja Nasional BPS (2018) menyebut bahwa 66% pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon saat PHK, 27% mendapat pesangon tetapi tidak sesuai ketentuan, dan hanya 7% pekerja yang mendapat pesangon sesuai aturan.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faktanya, banyak perusahaan yang “tidak mampu” membayar besaran pesangon sesuai regulasi. Apalagi di tengah kondisi bisnis perusahaan yang sedang drop, potensi PHK bisa terjadi kapan saja. Tapi kewajiban membayar uang pesangon tidak bisa dihindari. Hal inilah yang harus jadi perhatian perusahaan dan manajemen-nya. Akibat kondisi ekonomi global atau efisensi, suatu perusahaan bisa saja melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). PHK bisa pula terjadi akibat ketatnya persaingan bisnis dan turunnya penjualan. Tapi perusahaan harus tahu dan ingat. Konsekuensi dari PHK adalah perusahaan wajib membayar uang pesangon, yang komponennya terdiri dari Uang Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH). Kewajiban pembayaran uang pesangon dari perusahaan jelas tertuang pada UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja dan PP No. 35/ 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu  dan Pemutusan Hubungan Kerja.

 

Rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan membayar uang pesaongon bukan tanpa alasan. Beberapa studi menunjukkan penyebab perusahaan tidak membayar pesangon sesuai ketentuan, antara lain: 1) masalah keuangan  karena perusahaan tidak punya likuiditas atau arus kas yang memadai, 2) kurangnya kesadaran atau pemahaman atas hak-hak pekerja dan kewajiban perusahaan, 3) pengawasan yang lemah dari instansi pemerintah terkait ketenagakerjaan, dan 4) persetujuan bersama yang lemah atau tidak dilaksanakan secara penuh  meski ada kesepakatan PHK, pelaksanaan pembayaran pesangon sering tidak sesuai dengan apa yang disepakati.

 

Fakta hari ini, banyak perusahaan yang “belum mendanakan” uang pesangon – pensiun secara terpisah dari aset perusahaannya. Hampir semua perusahaan menggunakan skema “pay as you go – PAYG” saat terjadi PHK. Dananya dicarikan dan disiapkan sendiri. Konsekuensinya, bila tidak ada kecukupan dana, maka pembayaran uang pesangon akibat PHK jadi tertunda atau bermasalah. Sebab uang pesangon dibayarkan dari “kantong perusahaan”, yang belum tentu disiapkan sebelumnya. Skema pay as you go sama sekali tidak tepat. Berpotensi jadi masalah di kemudian hari, apalagi bila terjadi PHK dengan jumlah pekerja yang banyak.

 

Maka sebagai solusi, perusahaan semestinya mengubah skema pendanaan uang pesangon atau pensiun pekerja menjadi “fully funded”. Uang pesangon atau pensiun yang dipisahkan dari aset perusahaan. Pengelolaan uang pesangon-pensiun yang diserahkan ke pihak ketiga yang memang tugasnya mengelola uang pesangon atau uang pensiun untuk pekerja. Dengan cara dicicil dan dianggarkan setiap tahun, sehingga perusahaan pada akhirnya mampu kebutuhan pendanaan atas uang pesangon pensiun. Melalui model “fully funded”, ketersediaan uang pesangon pensiun atas nama perusahaan untuk pekerja menjadi lebih pasti karena terpisah dari aset perusahaan. Bahkan selama dikelola pihak ketiga, akan memperoleh hasil investasi yang optimal sehingga dapat mengurangi besaran kewajiban uang pesangon dari perusahaan. Maka model “fully funded” inilah skema yang tepat untuk diterapkan perusahaan untuk uang pesangon pensiun pekerjanya.

 

Patut dipahamai, uang pesangon pensiun adalah sejumlah uang yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang memasuki masa pensiun atau akibat terjadi PHK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Komponen uang pesangon pensiun adalah 1) Uang Pesangon (UP) yang ihitung berdasarkan masa kerja dan upah terakhir karyawan, , 2) Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) yang diberikan sebagai bentuk penghargaan atas masa bakti karyawan sesuai aturan yang berlaku, dan 3) Uang Penggantian Hak (UPH) yang mencakup hak-hak karyawan yang belum didapatkan selama bekerja, seperti cuti yang belum diambil dan transport. Semuanya jelas diatur di UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja dan PP No. 35/ 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu  dan Pemutusan Hubungan Kerja.

 

Pertanyaannya, ke mana perusahaan mendanakan uang pesangon pensiun pekerja? Sesuai regulasi yang ada, uang pesangon pensiun pekerja suatu perusahaan dapat didanakan melalui program pensiun sukarela yang disebut DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). DPLK merupakan “kendaraan” yang paling pas untuk mempersiapkan uang pesangon pensiun pekerja. Melalui DPLK, setidaknya perusahaan mendapatkan keuntungan: 1) ada pendanaan yang pasti untuk membayar uang pesangon pensiun pekerja, 2) ada hasil investasi yang optimal selama didanakan, 3) adanya insentif pajak saat manfaat dibayarkan kepada pekerja, 4) perusahaan bisa lebih fokus pada bisnisnya, dan 5) perusahaan tidak repot lagi urusan uang pesangon pensiun pekerja.

 

Lebih dari itu, pendanaan uang pesangon pensiun karyawan suatu perusahaan di DPLK sejatinya dapat menghindari terjadinya masalah cash flow atau arus kas perusahaan di saat bisnis lagi drop dan dapat meminimalkan biaya perusahaan untuk membayar uang pesangon pensiun pekerja. Pendanaan uang pesangon pensiuan perusahaan di DPLK juga menjadi bentuk kepatuhan perusahaan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang berlaku. Agar tidak menjadi masalah di kemudian nari seperti kasus Sritex, Gunung Agung, dan sebagainya. Salam #UangPesngon #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler